Selasa, 07 Mei 2013

Demo Buruh ? Sebenarnya apa sih yang mereka inginkan ??



Kata DEMO lengket di dalam dunia mahasiswa, khususnya ketika dimulai pada era angkatan 66 dan pasca setelah itu. Demo diambil dari potongan kata demonstrasi, yang artinya mempertunjukkan atau mempertontonkan sesuatu. Sebelum dipopulerkan oleh (terutama) mahasiswa Indonesia sampai sekarang ini, sebenarnya kata demonstrasi itu banyak digunakan untuk mempertunjukkan sesuatu supaya orang lain atau kelompok tertentu paham akan sesuatu itu. Misalnya, mahasiswa UBB mendemonstrasikan bagaimana cara menanam jagung hibrida dengan benar di pot percobaan kampus Balun ijuk. Contoh lain, para pramugari yang sedang mendemonstrasikan bagaimana cara-cara memakai pelampung keselamatan jika terjadi pendaratan darurat. Demikian sebenarnya pemahaman terhadap kata demonstrasi ketika digunakan.
Nah, kalau sekarang, pemahaman orang menjadi berbeda. Ketika ada orang berkata, "wah ada demonstrasi" Pasti asosiasi di kepala orang-orang yang mendengarnya adalah sekelompok mahasiswa yang sedang beringas. Mengibar-ngibarkan spanduk dan bendera, berteriak-teriak sekeras-kerasnya (padahal sudah menggunakan pengeras suara), mencaci maki pejabat, yang biasanya dimulai pada pagi hari dan selesai pada jam makan siang. Anehnya pula, dan ini pengakuan para demonstran itu pula. Setelah puas berteriak-teriak mencaci maki, eee ujung-ujungnya minta nasi bungkus sama yang didemo itu. Ini namanya pemerasan gaya baru yang lain lagi.
Apakah berdemo seperti itu baik dan benar?. Menurut saya jelas tidak baik dan tidak benar. Pertama, kita lihat dulu mengapa tidak benar. Kalau anda mengatakan menyampaikan pendapat itu benar atau dapat dibenarkan, itu sih benar. Yang saya ingin luruskan adalah anda menggunakan kata mendemo untuk menyampaikan pendapat. Itulah yang salah. Salah kaprah. 
Dulu di tahun 66 dan beberapa tahun setelahnya 'berdemo' tidak untuk menyampaikan pendapat, tetapi mendobrak kezaliman. Menyampaikan pendapat tidak perlu turun beramai-ramai ke jalan, buat apa?, habis tenaga, dana dan waktu. Apalagi sekarang sudah tidak musimnya, ketinggalan zaman dan terkesan kampungan. Malu rasanya melihat mahasiswa UBB turun ke jalan, bawa spanduk kumal, mengganggu lalu lintas, teriak sekeras-kerasnya menggunakan pengeras suara dengan wajah merah padam, mata mendelik memelototi rektornya. Seperti rektornya itu berdosa besar dan tidak diakui lagi sebagai ayahandanya. 
Huru hara akhir-akhir ini makin memuaskan hasrat para pencari berita begitu mudahnya mereka mendapatkan informasi para pendemo yang menentang kenaikan BBM, mahasiswa contohnya banyak pantauan yang sudah masuk ke lemari brangkas intenet tinggal pilih.
Ada mobil yang terbakar di karenakan di rusak oleh pendemo dan genre itumahasiswa, lalu saking keselnya para aparat ingin memberlakukan adanya tembak di tempat untuk para pendemo namun hal itu di urungkan, untungnya. Ban motor atau mobil di bakar lalu menimbulkan api besar, adanya teater yang mengisahkan sosok pemimpin dan rakyat lalu adanya spanduk dan poster yang bermacam-macam bentuk tulisan dengan macam kostum pula. itulah warna setiap kali ada demo besar kadang tak luput dari pengrusakan fasilitas umum seperti mobil dinas pemerintah lalu fasilitas gedung jika tak ada polisi yang menghadang mungkin bakalan habis tersambar amarah para pendemo semuanya.
Lalu timbul di benak saya sebenernya DEMO itu apa sih arti sesungguhnya? apa sih yang di inginkan para pendemo? apakah pemandangan itu selalu ada dan di akhiri dengan anarkisme.?
Sekilas tentang demonstrasi itu sendiri..
Unjuk rasa atau demonstrasi ("demo") adalah sebuah gerakan protes yang dilakukan sekumpulan orang di hadapan umum. Unjuk rasa biasanya dilakukan untuk menyatakan pendapat kelompok tersebut atau penentang kebijakan yang dilaksanakan suatu pihak atau dapat pula dilakukan sebagai sebuah upaya penekanan secara politik olehkepentingan kelompok.
Unjuk rasa umumnya dilakukan oleh kelompok mahasiswa yang menentang kebijakanpemerintah, atau para buruh yang tidak puas dengan perlakuan majikannya. Namun unjuk rasa juga dilakukan oleh kelompok-kelompok lainnya dengan tujuan lainnya. Unjuk rasa kadang dapat menyebabkan pengrusakan terhadap benda-benda. Hal ini dapat terjadi akibat keinginan menunjukkan pendapat para pengunjuk rasa yang berlebihan.
Nah, akhir-akhir ini di Indonesia ramai dengan pemberitaan para pendemo buruh atas pekerjaannya. Lalu apa sih yang sebenarnya mereka inginkan ??
Sepanjang tahun 2012 yang lalu, dunia perburuhan dan hubungan industrial di Indonesia dihiasi dinamika yang amat tinggi. Aksi-aksi buruh turun ke jalan-jalan utama dan pusat-pusat pemerintahan di berbagai kota besar di Indonesia menjadi penanda utamanya. Ada tiga hal yang menjadi tuntutan buruh melalui aksi-aksinya yaknikenaikan upah, penghapusan praktik outsourcing tenaga kerja dan tuntutan jaminan sosial.
Tuntutan untuk perbaikan nasib terjadi di tengah pertumbuhan ekonomi yang stabil di kisaran angka 6.0 % – 6.5%  selama lima tahun terakhir, kecuali untuk tahun 2009. Dalam konteks ini kaum buruh  menagih pemerataan hasil pertumbuhan. Aksi buruh di Indonesia melengkapi dinamika buruh di Asia Tenggara. Seperti di Indonesia buruh di Thailand, Malaysia bahkan Singapura bergerak menuntut perbaikan kondisi  dan kesejahteraan yang lebih besar.  Aksi buruh di Indonesia sepanjang tahun ini memperlihatkan dua hal utama yakni lemahnya pemerintah dan menguatnya gerakan buruh.
Lemahnya Pemerintah.

Aksi buruh  bagaikan gebrakan yang membangunkan pemerintah untuk bergerak membenahi berbagai persoalan perburuhan di Indonesia yang selama ini diabaikan. Seluruh jajaran pemerintah dari setingkat menteri Koordinator Ekonomi Keuangan dan Industri hingga para kepala daerah dan kepala dinas instansi terkait dipaksa turun berdialog dengan buruh untuk mencari jalan keluar penyelesaian persoalan.
Pada saat yang sama aksi buruh juga mengirimkan pesan yang amat jelas betapa pemerintah amat lemah dalam menegakkan peraturannya sendiri. Sudah menjadi pengetahuan umum bagaimana pengusaha melanggar ketentuan upah minimum, melakukan pemutusan hubungan kerja tanpa prosedur dan syarat yang sudah diatur, melakukan tindakan anti serikat denganmemecat para aktivis serikat buruh  dan menerapkan outsourcing tenaga kerja yang tidak sesuai dengan peraturan , dan semua itu terjadi secara massif tanpa tindakan dan sanksi dari instansi yang berwenang.
Berbagai jalur formal yang tersedia untuk meminta perlindungan pemerintah jauh dari efektif dan buruh cenderung terus menjadi pihak yang kalah. Upaya penyelesaian sengketa perburuhan melalui pengadilan hubungan industrial selain memakan waktu dan biaya yang banyak,  jugatercemar korupsi.

Menguatnya Gerakan Buruh

Lemahnya penegakan peraturan dan tidak efektifnya jalur formal memaksa buruh mengambil jalur nonformal dengan mengerahkan kekuatan massa untuk menekan pemerintah agar lebih perduli dan memberikan perlindungan terhadap hak buruh.  Tekanan kekuatan massa terbukti efektif karena membuat pemerintah bergerak untuk memenuhi tuntutan buruh dan pendulum kebijakan bergerak ke arah buruh.  Tuntutan kenaikan upah minimum secara signifikan yang di beberapa provinsi mencapai 40–sekitar rata-rata 40% – dan pengaturan oursourcing tenaga kerja yang lebih ketat, dipenuhi oleh pemerintah pusat.
Tekanan massa untuk menuntut kenaikan upah dan mengatur outsourcing tenaga kerja, sebagaimana dinyatakan oleh Said Iqbal presiden FSPMI (Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia) – serikat buruh terkuat di Indonesia saat ini – yang juga presiden KSPI (Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia)  hanya merupakan satu tahap dari strategi gerakan buruh yang menggabungkan konsep-lobby-aksi (KLA). Tuntutan kenaikan upah dan pengaturan outsourcing dirumuskan dalam sebuah pemahaman persoalan yang antara lain didasarkan pada hasil penelitian.
AKATIGA telah menghasilkan penelitian mengenai upah layak (AKATIGA-SPN-GARTEKS-FES 2009) dan praktik outsourcing (AKATIGA-FSPMI-FES 2010) yang masing-masing memperlihatkan bahwa upah buruh sektor manufaktur memang masih belum dapat memenuhi kebutuhan hidup layak dan bahwa praktik outsourcing tenaga kerja telah mendiskriminasi, menghilangkan kepastian kerja serta menurunkan kesejahteraan buruh. Kedua hasil penelitian ini digunakan oleh serikat buruh untuk menyusun tuntutan perbaikan upah dan praktik outsourcing. Tuntutan revisi peraturan menteri no 17/2005 mengenai komponen KHL didasarkan pada hasil survey kebutuhan hidup layak yang dilakukan AKATIGA bersama Serikat Pekerja Nasional dan Federasi Garmen dan Tekstil SBSI yang menghasilkan kebutuhan hidup layak sebanyak 8 komponen dan 122 unit kebutuhan sebagai koreksi 7 komponen dan 46 unit kebutuhan yang ditetapkan dalam peraturan menteri di atas.
Tuntutan pengaturan outsourcing tenaga kerja secara ketat juga dibangun berdasarkan hasil penelitian AKATIGA bersama FSPMI. Penelitian ini menemukan terjadinya pelanggaran yang meluas praktik outsourcing tenaga kerja dan kondisi yang amat merugikan buruh outsourcing karena upah yang diterima hanya 75% dari upah buruh tetap meskipun  melakukan pekerjaan yang sama yakni pekerjaan inti di bidang produksi. Selain itu buruh outsourcing juga tidak punya kepastian kerja karena hanya dipekerjakan dalam jangka pendek antara 3 bulan hingga 12 bulan.
Hal ini menunjukkan bahwa gerakan buruh sudah semakin cerdas menyusun strategi advokasi dan tuntutannya dengan menggunakan hasil penelitian yang sahih. Ini berarti strategi penguatan gerakan buruh sudah lebih maju dibandingkan proses penyusunan kebijakan perburuhan yang dibuat oleh pemerintah yang seringkali tidak jelas asal-mulanya. Undang-undang 13/2003 tentang Ketenagakerjaan dan rencana revisinya yang selalu gagal merupakan contoh penyusunan kebijakan yang tidak jelas basis argumentasinya sehingga mudah dipatahkan dan digugat.
Tampaknya sudah saatnya pemerintah mengambil pelajaran dari gerakan buruh yang mulai memperjuangkan haknya dengan mengacu pada bukti-bukti dan hasil penelitian. Rumusan kebijakan yang menggunakan penelitian yang sistematis dan komprehensif dapat menghasilkan kebijakan yang memiliki basis yang kuat dan pemerintah tidak ragu untuk menerapkannya.
Yuk, kita pahami sedikit mengenai buruh yang efektif J
Setiap tahun para buruh sedunia melakukan demonstrasi untuk menuntut perbaikan nasib mereka. Secara umum kita sering melihat demontrasi buruh itu cenderung menjadi kegiatan kontra produktif. Terutama karena buruh nyaris selalu dicitrakan sebagai lawan bagi management. Ini ironis. Karena pakem ilmu management mengatakan bahwa buruh itu adalah aset terpenting bagi perusahaan. Tetapi, antara buruh dengan menangement seolah nyaris selalu berseberangan.

Ironi yang kedua adalah, kita sering dikelirukan oleh definisi ’buruh’ yang salah. Menurut anggapan kita, buruh adalah pegawai kelas rendah di perusahaan. Padahal, sekalipun Anda seorang Direktur Utama sebenarnya Anda juga adalah buruh seperti mereka. Bedanya? Anda menduduki posisi yang tinggi, sedangkan mereka berada pada strata yang paling rendah. Paradigma ini penting, supaya kita semua bisa mendudukan permasalahan buruh ini pada proporsi yang tepat. Selama management belum benar-benar memandang buruh sebagai aset paling penting perusahaan, kita tidak akan pernah bisa menemukan keselarasan. Mengapa demikian? Karena dengan sudut pandang itu management tidak akan memperlakukan buruh dengan baik. Sedangkan buruh, akan terus menerus merongrong melalui tuntutan-tuntutan atas perbaikan nasib dan kesejahteraan.
Salah satu penyebab utama mengapa para buruh memilih untuk turun ke jalan adalah karena mereka tidak memiliki nilai tawar di ruang-ruang pertemuan. Sehingga jalan menjadi satu-satunya arena pelampiasan. Padahal setiap kali buruh melakukan demonstrasi, lebih banyak lagi pihak yang mengalami kerugian. Kasus yang terjadi di Drydock baru-baru ini seharusnya dijadikan monumen bagi seluruh elemen, baik pelaku industri, management perusahaan, maupun para buruh secara keseluruhan. Kita tidak harus mengulangi kasus Drydock untuk membangun proses bisnis yang bermartabat dan saling menguntungkan.
Apakah buruh tidak boleh turun ke jalan? Kadang-kadang turun ke jalan bisa menjadi pendobrak pintu para pengambil keputusan yang terlalu angkuh dalam ketertutupannya. Para penyelenggara negara juga terkadang harus digedor dengan kehebohan besar sebelum memainkan perannya sebagai regulator tertinggi. Namun, kita harus sudah mulai memikirkan strategi demonstrasi yang lebih efektif. Yaitu, proses demonstrasi yang tidak usah berdarah-darah. Tidak menimbulkan kehebohan, serta tidak menyebabkan tertundanya proses produksi perusahaan. Apakah bisa melakukan demo yang demikian? Bisa. Mari saya tunjukkan.
Pertama-tama, kita mesti memahami sistem nilai (believe) yang digunakan dalam pengelolaan bisnis perusahaan. Ada 3 sistem nilai utama yang dipegang teguh oleh petinggi perusahaan manapun. Pertama, penghematan biaya (cost effectiveness). Kedua, pengoptimalan produksi (productivity). Dan yang ketiga, daya saing (competitiveness).
Posisi karyawan memiliki keterkaitan langsung terhadap ketiga believe itu. Makanya, memberikan gaji serendah mungkin dan menekan ongkos kesejahteraan karyawan menjadi jalan pintas yang masih diterapkan dibeberapa perusahaan. Hal ini berkaitan dengan sistem nilai pertama dan kedua.
Bagaimana dengan yang ketiga? Perusahaan apapun, keberlangsungan bisnis jangka panjangnya sangat ditentukan oleh kemampuan mereka untuk bersaing. Oleh karenanya, daya saing atau competitivesness merupakan agenda yang menempati posisi tertinggi didalam benak para pengambil keputusan atau top management. Sedangkan daya saing itu, tidak pernah bisa dilepaskan dari peran para karyawan. Oleh sebab itu, jika perusahaan ingin memiliki daya saing yang tinggi maka satu-satunya cara adalah dengan memiliki karyawan yang berkualitas tinggi.
Setelah memahami ketiga believes itu, mari kita mulai merancang strategi untuk melakukan demo karyawan yang lebih efektif. Dimulai dengan visi. Setiap demo karyawan harus mengikuti visi yang berbunyi: ”Menjadikan Karyawan Sebagai Mitra Sejajar Bagi Perusahaan”. Selanjutnya, misi. Setiap pelaku demo karyawan harus berpegang teguh kepada misi yang berbunyi: ”Melakukan demonstrasi secara simpatik dan elegan untuk memperjuangkan kepentingan karyawan dan perusahaan”. Setelah itu, barulah kita membuat grand strategynya, yaitu: ”Bergerak mengikuti alur berpikir para pengelola perusahaan”.
Visi dan misi membantu kita untuk menjaga agar demonstrasi karyawan tetap berada dalam koridor yang benar. Sedangkan strategy memberikan arahan tentang pelaksanaan demo itu dilapangan. Mari kita membahas taktik demo efektif sesuai dengan grand strategy yang kita rancang diatas. Kita sudah mengetahui alur berpikir para top management, yang tiada lain adalah ketiga believes yang sudah kita bahas tadi. Jika kita mampu mendukung usaha-usaha top management untuk mewujudkan ketiga believes itu, maka kita akan bisa mewujudkan Visi untuk menjadikan karyawan sebagai mitra sejajar perusahaan. Bagiamana implementasinya? Mari, akan saya beberkan
Cost effectivess (believe pertama). Para karyawan harus memahami bahwa top management yang hebat sudah sejak lama menyadari jika penghematan biaya itu tidak hanya bisa dilakukan dengan cara membayar gaji dan kompensasi yang rendah kepada karyawan. Justru yang paling utama adalah memperbaiki proses produksi, atau proses bisnis yang selama ini diterapkan. Dibagian mana karyawan bisa berdemo? Karyawan mengambil bagian dengan cara mendemonstrasikan kemauan untuk memperbaiki cara mereka melakukan pekerjaan.
Misalnya, apakah sebagai seorang karyawan saat ini anda sudah bekerja dengan sebaik-baiknya? Jika anda masih sering mengobrol dengan teman pada saat mesin sedang beroperasi, maka itu menunjukkan bahwa cara anda bekerja menimbulkan resiko biaya bagi perusahaan. Jika terjadi kegagalan produksi gara-gara kelalain anda itu, maka tujuan top management tidak tercapai. Contoh lain yang terjadi di pabrik; seorang karyawati mengalami kecelakaan kerja karena membiarkan rambutnya terurai panjang pada saat mengoperasikan mesin pemintal benang. Karena kecelakaan itu, mesin berhenti berproduksi dan perusahaan harus mengeluarkan biaya pengobatan. Hal-hal semacam ini, bisa dihindari jika seluruh karyawan mendemonstrasikan perilaku yang tepat ditempat kerja. Mengindahkan peraturan perusahaan. Dan menyokong usaha perusahaan untuk mewujudkan zero accident. Itu adalah contoh pelaksanaan demonstrasi sejalan dengan believes top management yang pertama.
Productivity (believe kedua). Para karyawan harus menyadari bahwa para pemegang jabatan tinggi diperusahaan harus mempertanggungjawabkan kepemimpinannya dihadapan para pemegang saham. Sedangkan ukuran realistis bagi para pemegang saham adalah sampai sejauh mana uang yang diinvestasikannya menghasilkan keuntungan. Itu berkaitan dengan produktivitas. Dibagian mana karyawan bisa berdemo? Karyawan mengambil bagian dengan cara mendemonstrasikan komitmen mereka untuk memperhatikan kualitas kerja dan penggunaan jam kerja yang diamanatkan oleh perusahaan.
Misalnya, apakah sebagai seorang karyawan saat ini anda sudah mengedepankan kualitas kerja daripada melakukannya secara asal-asalan? Jika anda masih sering terlambat masuk ke kantor, atau mengambil waktu jam makan siang lebih lama dari yang seharusnya, maka itu menunjukkan bahwa cara anda bekerja menimbulkan jatuhnya tingkat produktivitas perusahaan. Jika produktivitas perusahaan tetap rendah setelah pekerjaan itu diberikan kepada Anda, maka tujuan top management tidak tercapai. Contoh lain yang terjadi di kantor-kantor; seorang karyawan kepergok atasannya bermain games komputer pada jam kerja. Karena itu, waktu kerjanya menjadi berkurang, dan tentu saja produktivitas pun berkurang. Hal-hal semacam ini, bisa dihindari jika seluruh karyawan mendemonstrasikan komitmen yang tinggi terhadap pekerjaan. Bekerja sungguh-sungguh. Dan menyokong usaha perusahaan untuk meningkatkan produktivitas. Itu adalah contoh pelaksanaan demonstrasi sejalan dengan believes top management yang kedua.
Competitiveness (believe ketiga). Para karyawan harus menyadari bahwa perusahaan tidak akan bisa bertahan jika kalah bersaing dari lawan-lawannya. Jadi, jika top management memaksa kita untuk tangguh dalam bersaing sebenarnya mereka sedang memperjuangkan kepentingan kita juga. Dibagian mana karyawan bisa berdemo? Karyawan mengambil bagian dengan cara mendemonstrasikan kesediaan untuk mencurahkan seluruh kemampuan yang dimilikinya, serta berupaya untuk terus menerus meningkatkan diri.
Misalnya, apakah sebagai seorang karyawan saat ini anda sudah mengoptimalkan potensi diri anda dalam menangani pekerjaan? Juga perlu direnungkan apakah Anda terus memacu diri untuk belajar dan mengasah keahlian? Jika anda masih berkutat dengan sekedar memenuhi job-descriotion, maka itu menunjukkan bahwa cara anda bekerja menempatkan perusahaan pada kelompok mediocre, alias tidak memiliki keunggulan. Jika para karyawannya hanya bekerja sebatas itu, maka tujuan top management tidak tercapai. Contoh lain yang terjadi di lingkungan kerja adalah; seorang karyawan mengeluh ketika kepadanya diserahkan tugas yang lebih banyak. Menurutnya, gaji kecil kok harus kerja banyak? Karena sikapnya seperti itu, maka karyawan yang hebat diperusahaan lain akan dengan sangat mudah mengalahkan mereka. Hal-hal semacam ini, bisa dihindari jika seluruh karyawan mendemonstrasikan dedikasi yang tinggi kepada profesi dan diri mereka sendiri. Mendorong proses pertumbuhan perusahaan. Dan menyokong usaha perusahaan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusianya. Itu adalah contoh pelaksanaan demonstrasi sejalan dengan believes top management yang ketiga.
Tidak ada top management yang akan menentang jika Anda bisa melakukan demo seperti itu. Artinya, itulah cara berdemo yang efektif bagi para buruh. Sebab, ketika buruh bisa berdomo dengan cara seperti itu; maka managament bukan sekedar bersedia memberikan gaji yang anda tuntut. Mereka akan membayar anda jauh lebih tinggi dari itu. Memberi fasilitas yang melimpah. Serta membuka kesempatan yang seluas-luasnya.

Yuk kita lihat beberapa artikel mengenai demo buruh yang terjadi di Indonesia :

 

Mayday, Buruh Jawa Barat Demo ke Jakarta

TEMPO.CO, Bandung - Dalam rangka memperingati Hari Buruh, May Day, para buruh di Jawa Barat menuntut penghapusan praktek sistem kerja kontrak, menolak penangguhan pelaksanaan upah minimun, dan menolak pemotongan gaji buruh sebanyak 2 persen untuk iuran BPJS. 
"Kami juga menolak rencana pemerintah menaikkan harga BBM," kata Sekretaris SP LEM (Logam, Elektronik, dan Mesin) SPSI Kota Bandung, Rudy Rukmayadi, saat unjuk rasa di Gedung Sate, Bandung, Rabu, 1 Mei 2013.
Menurut dia, sebagian buruh dari Jawa Barat sejak kemarin sudah menuju Jakarta. Mereka bergabung dengan rekan-rekannya untuk berunjuk rasa ke Kementerian BUMN dan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
 Kementerian BUMN menjadi sasaran unjuk rasa buruh, kata Rudy, karena banyak pelanggaran aturan ketenagakerjaan, mulai soal upah hingga penggunaan tenaga alih daya atauoutsourcing. "Seharusnya BUMN menjadi pelopor pelaksanaan aturan ketenagakerjaan," kata dia.
Kelompok jurnalis juga meramaikan aksi buruh di Gedung Sate. Ketua AJI Bandung, Zaky Yamani, mengatakan, persoalan yang dihadapi kelompok buruh media relatif sama dengan buruh umumnya. Di antaranya soal upah layak; kejelasan status perburuhan terutama bagi kontributor, koresponden, dan sejenisnya; kebebasan berserikat; serta pemenuhan jaminan sosial bagi pekerja media. "Pelanggarannya sudah di depan mata," kata dia. 
Kepala Bagian Operasi Polrestabes Bandung, Ajun Komisaris Besar Dicky Budiman, mengatakan, pihaknya berkonsentrasi melakukan pengamanan di empat lokasi di Bandung, yakni di Gedung Sate, DPRD Kota Bandung, Pengadilan Hubungan Industrial, dan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jawa Barat. 
"Di Gedung Sate saja, polisi yang dikerahkan sebanyak 3.000 personel, sedangkan di lokasi lain dijaga oleh sekitar ratusan petugas," kata Dicky. 
Selama aksi berlangsung, ruas Jalan Diponegoro di depan Gedung Sate ditutup polisi. Sejumlah kelompok buruh lainnya diperkirakan masih akan mendatangi lokasi unjuk rasa tersebut. 

                                    Demo buruh masih terjadi, bagaimana nasib pengusaha?


Pada hari buruh sedunia, atau yang lebih dikenal dengan May Day, puluhan ribu buruh turun melakukan unjuk rasa di beberapa titik utama kota Jakarta. Buruh-buruh itu berteriak di bawah terik matahari menuntut haknya. Puluhan pabrik rela meliburkan produksinya agar proses demokrasi terus berlangsung.
Tahun lalu, aksi unjuk rasa menjadi sorotan para investor yang akan menanamkan modalnya di Indonesia. Bahkan, beberapa investor terkonfirmasi batal membuka usahanya di Tanah Air.
Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Kebijakan Moneter, Fiskal dan Publik Haryadi B Sukamdani mengatakan saat ini demo buruh sudah tidak relevan lagi.
"Melihat apa yang dituntut, selalu itu-itu saja. Upah murah. Itu dari mana? Padahal kita sudah mencadangkan pesangon, jamsostek dan ditambah harus menaikkan upah minimum buruh," ujar Haryadi kepada merdeka.com, Rabu (1/5).
Dia mengatakan setidaknya perusahaan harus menyediakan 34 persen dari total belanja sebagai cadangan ketenagakerjaan termasuk jaminan sosial dan pesangon. "Jadi secara paket, kita (Indonesia) memang lebih besar upahnya dibandingkan negara lain," kata dia.
Dengan adanya demo buruh yang besar-besaran ini, Haryadi khawatir, malah akan menurunkan penyerapan kerja. Contohnya adalah di bidang tenaga alih daya atau outsourcing. "Kemarin tuntutannya soal outsourcing dikabulkan dan ada beberapa peraturan yang harus direvisi. Dari revisi itu, banyak karyawan outsourcing yang terpaksa harus di-PHK. Bayangkan berapa pengangguran bertambah itu?" ujar dia. "Apa yang disuarakan dan di lapangan sudah tidak sinkron," imbuh dia.
Akhir tahun lalu, sekitar 10 perusahaan memutuskan untuk berhenti produksi lantaran aksi demo yang dilakukan buruh cenderung merusak. Selain itu, pemerintah juga dianggap angkat tangan dengan permasalahan tersebut, meninggalkannya di tangan buruh dan pengusaha.
Selain itu, untuk tahun ini, upah minimum buruh telah naik lebih dari 30 persen. Hal tersebut membuat puluhan pengusaha merelokasikan pabriknya di daerah Jawa Tengah dan Timur yang tidak menggunakan batasan upah minimum tersebut.